Orang Udik Saba Hong Kong

Ini Hongkong, Bukan Glodok

Catatan: KangMunzir

AIRBUS GA 806 landing dengan mulus di Bandara Internasional Hong Kong. Jam menunjuk angka 14.50, berangkat 09.15. Perjalanan 4 jam tidak terasa karena lebih banyak istirahat. Waktu Hong Kong terpaut satu jam dengan Jakarta.

Sepanjang perjalanan adalah doa. Disamping keselamatan diri juga lolosnya koper-koper dari keimigrasian Hong Kong. Dalam dua koper terisi rokok-rokok yang disebar dalam tumpukan pakaian, kurang lebih 20-an bungkus. Juga obat-obatan dan jamu-jamu khas Indonesia. Hampir semuanya adalah titipan talent dan crew. Mereka titip rokok kretek dan obat dan jamu (jamu cair “pengusir angin”) karena di Hong Kong susah mencarinya. Ada juga rokok AS produk Indonesia yang harganya Rp 11.000, tapi di Hong Kong harganya bisa tiga kali lipat, HK$ 39 (HK$ = Rp 12.500).

Urusan imigrasi, pintu pertama, beres. Biasanya agak ketat, wajah-wajah Asia non China, lumayan dapat perhatian. Ngapain ke Hong Kong? Barangkali benak mereka. Saya sendiri tanpa visa kerja karena hanya lima hari.

Kini giliran ambil bagasi. Koper-koper berisi ‘ramuan tradisional’ pasti agak menghambat. Ah, ternyata aman juga, tidak ada catatan harus diperiksa. Dua koper saya dorong dengan trolley. Inilah pintu kedua. Wajah-wajah tanpa senyum petugas imigrasi. Padahal yang wanita ada yang cantik lho. Semuanya wajah “Glodok,” dari cleaning service, penjaga toilet sampai petugas Bandara. Ya iyalah.

Kejadian kloter pertama (keberangkatan awal) talent dan crew sangat menjadi perhatian. Semuanya diarahkan sama tim produksi agar bisa membawa diri, tidak kampungan dan pede (PD, percaya diri). Ternyata ada yang “over pede” sehingga justru menarik perhatian keimigrasian.

“Ngapain lu ke sini, bekerja?” petugas imigrasi bertanya sambil melihat passport dan visa kerja.
“Oh, nggak!!!”
“Terus ngapain dong?”
“Oh, yes yes!!”

Ternyata ada kesalahan persepsi antara kata ‘work’ dan ‘walk.’ Tak apa. Justru menjadi keindahan tersendiri.

Kalau begitu, saya harus pede dan cuek. Mungkin karena cuek, saya jadi sasaran pertanyaan petugas juga.

“Lu dari mana?” Ah, pertanyaan cemen.
“Indonesia!”
“Ngapain ke Hong Kong?”
“Jalan-jalan.”

Mantap saya menjawab, dan tidak salah jawab, kan saya tidak pakai visa kerja. Aduh, matek aku, kalau tanya-tanya soal uang saku. Lha kan jalan-jalan, harus bawa uang dong. Untung lolos juga. Alhamdulillah, rokok kretek selamat. []
_____________

Peterson, R 3C 13th Fl, HK

5 thoughts on “Orang Udik Saba Hong Kong

  1. Jadi pengen berbagi cerita ni pak..

    Dari hasil pengalaman saya, mendarat di bandara HKG lebih tenang, nyaman dan damai.. Begitu keluar dari pesawat, kemudian chek paspor dan vissa, trus ambil koper, keluar dengan aman.. Tinggal cari taksi.

    Sedangkan mendarat di Bandara Cengkareng.. Mau keluar susahnya minta ampun dech.. TKW ke kiri2.. Di giring kaya bebek.. Haduh maa.. Sudah gitu koper saya jalan sendiri, maksudnya ada yang narik.. Owh ternyata di kumpulin, pindah 1 meter sepuluh ribu, pindah lg sepuluh ribu lagi, naik bis angkutan khusus TKW.. Di bawa muter2 tau2 sampai di Terminal 3. Turun dari bis sepuluh ribu lagi.. Udah gitu saya masuk toilet, keluar dari toilet sudah ada yg menghadang.. Mbak,5 ribu katanya! Ya.. Kata saya.

    Lamaaa.. Banget nunggu di berangkatkan ke kampung pakai travel yg di haruskan dari bandara. Bgitu di panggil, barang naik.. Sepuluh ribu lagi.. Wah kalo di ceritakan bisa capek bacanya ni Pak majid. Pokoknya Ya Alloh ribet banget dech.. Belum di jalan di minta sama supir dan kenetnya. Padahal saya sudah membeli uang tiket travelnya. Dengan berbagai alasan mereka. Nah, sampai di kampung pun, masih di minta juga dari pihak keluarga. Sebagai serah terima katanya. Dich..

    Sebenarnya saya kangen banget sama kampung halaman saya, tetapi yaitu males di jalannya.

    Nasib 2.. 😦

  2. cerita menarik kang,
    Saya punya cerita menarik juga waktu transit di bandara Hongkong, tujuannya sih Beijing. Karena wong ndeso, mau transit bingung lewatnya mana, akhirnya ngikutin aja orang-orang yang mau transit.
    MAsalah mulai muncul begitu menginjak kaki di lantai 2, keringat dingin dech…kebetulan waktu itu musim dingin, di board diumumkan ke beijing gate 2, ternyata engk ada… jadi gate 42, mana panjang muter2… akhirnya nyerah…
    ditengah keputusasaan merasa dinegeri orang, ada dialek suroboyonan… wah ketemu sedulur nich.. ternyata saudara TKW yang mau pulang ke trenggalek. Ayem juga ketemu setelah tanya sana sini akhirnya aku harus ke gate 1 welehhh apun.. bawaan berat jauh lagi…
    ternyata kalau ketemu sebangsa dan setanah air di manca negara baru terasa bahwa mereka saudaraku juga….

Tinggalkan Balasan ke jasikndesit Batalkan balasan